Siapa yang tidak kenal Robin van Persie, Giovanni van Bronckhorst, John
Heitinga, Wilfred Bouma, Denny Landzaat, dan Roy Makaay? Dalam dunia
sepakbola mereka adalah bintang-bintangnya Tim Oranye Belanda.
Robin
van Persie adalah kapten kedua dan striker andalan Arsenal di English
Premier League, pemain kelahiran Rotterdam berwajah melayu dan seorang
muallaf ini juga merupakan striker andalan Timnas Belanda. Giovanni van
Bronckhorst adalah kapten Timnas Belanda yang akan tampil di Piala Dunia
2010 mendatang, dia pernah menjadi pemain sayap andalan Barcelona dan
Arsenal, saat ini dia bermain di Feyenord. John Heitinga adalah bek
andalan Timnas Belanda dan Everton, Wilfred Bouma bermain di Aston
Villa, Denny Landzaat bermain di Feyenord, sedangkan Roy Makaay yang
saat ini juga bermain di Feyenord, pernah menjadi mesin gol Bayern
Muenchen di Bundesliga dan Champions League, serta memperoleh European
Golden Boot pada musim 2002-2003, penghargaan bagi top skor di Liga
Eropa.
Meski nama-nama mereka berbau kompeni, siapa sangka mereka
adalah keturunan Indonesia. Di darah mereka masih mengalir darah
melayu, entah dari ayah-ibu atau kakek-nenek mereka. Sisa keindonesiaan
mereka masih terlihat jelas pada wajah melayunya Robin van Persie, wajah
Ambon dan kulit sawo matangnya Giovanni van Bronckhorst, John Heitinga,
Wilfred Bouma, Denny Landzaat dan Roy Makaay.
Selain mereka,
masih ada Irfan Bachdim, Donovan Partosoebroto, Leroy Resodihardjo,
Marciano Kastoredjo, Sigourney Bandjar, Raymond Soeroredjo, Jeffrey
Leiwakabessy, Michael Timisela, Estefan Pattinasarany, Michael Mols,
Ignacio Tuhuteru, Yoham Pesulima, Cayfano Latuperissa, David Ririhina,
Demi De Zeeuw, Jeffrey de Visscher, Gaston Salasiwa, Jeffrey Flohr, Peta
Toisuta, Jordao Pattinama, Edinho Pattinama, Bart Latuheru, Lucien
Sahetapy, Dennis Taihuttu, Charles Pattipeilohy, Justin Tahapary, Joas
Siahaya, Jason Oost, Tobias Waisapy, Christian Supusepa, Raphael
Supusepa, Ferdinand Katipana, dan John van Beukering.
Irfan
Bachdim yang pernah bermain di Utrech dan Haarlem, sekitar 3 tahun lalu
sempat ikut bergabung ke pelatnas Timnas Indonesia U-23 di Belanda. Dia
juga sudah menyatakan niatnya untuk datang ke Indonesia, negeri asal
ayahnya dan bermain di Liga Super Indonesia, demi mewujudkan obsesinya
untuk memperkuat Timnas Indonesia.
Di Liga Italia juga ada Radja
Nainggolan. Pemain berusia 21 tahun yang ayahnya orang Batak dan ibunya
orang Belgia ini, kini menjadi pemain gelandang andalan Piacenza, klub
Seri B di Liga Italia. Hanya saja, dia lebih memilih untuk bergabung
dengan Timnas negara ibunya dan telah tampil untuk pertama kalinya untuk
Timnas Senior Belgia dalam Piala Kirin beberapa waktu yang lalu.
Di
Liga Australia juga ada Serginho atau Sergio van Dijk, pemain kelahiran
Belanda keturunan Indonesia yang menjadi striker andalan Brisbane Roar
dan sudah mencetak 23 gol. Sergio bahkan mengaku gemas ketika
menyaksikan Timnas Indonesia hanya bisa bermain imbang tanpa gol dengan
Timnas Australia dalam Pra Piala Asia beberapa waktu yang lalu di
Jakarta. Hingga saat ini dia masih berharap Benny Dolo mau memanggilnya
untuk bergabung ke Timnas Pra Piala Asia. Dia terobsesi untuk menjebol
gawang Timnas Australia pada laga kedua di Australia Maret mendatang.
Penjajahan
Belanda selama 350 tahun di Indonesia, tentu berdampak pada percampuran
atau perkawinan dua bangsa yang berbeda yang menghasilkan anak-anak
Indo-Belanda. Ada ratusan pemain keturunan Indonesia yang saat ini
bermain di liga-liga Eropa, sebagian besarnya tentunya di bermain di
Liga Belanda.
Saya tertarik untuk mengupas hal ini karena
keprihatinan saya pada kualitas dan prestasi Timnas Indonesia belakangan
ini yang terus menurun. Sepakbola merupakan olahraga yang paling banyak
diminati oleh penduduk Indonesia yang sudah mencapai 230 juta jiwa,
namun selalu mengalami kesulitan menemukan 11 orang saja untuk membentuk
Timnas Indonesia yang tangguh. Jangankan lolos ke Piala Dunia 2010,
untuk level Sea Games saja, Timnas U-23 kita yang diperkuat oleh
pemain-pemain profesional dari Liga Super, seperti Boaz Solossa dan
Yongki Ariwibowo, dipermalukan oleh kesebelasan dari tiga negara kecil
yang hanya diperkuat oleh pemain-pemain amatirnya. Timnas U-23 kita
takluk 0-2 dari Laos, 1-3 dari Myanmar, dan ditahan imbang 2-2 oleh
Singapura. Terakhir pada laga Pra Piala Asia 2011 6 Januari, di kandang
sendiri secara memalukan kita kalah oleh Oman 1-2. Yang lebih
menyedihkan lagi adalah kualitas permainan kita yang sangat
mengecewakan, sehingga untuk pertama kalinya sejak 1996 kita gagal lolos
ke Piala Asia.
Tentu timbul pertanyaan, mengapa hal tersebut
bisa terjadi? Sebenarnya banyak faktor yang menjadi penyebab buruknya
kualitas dan prestasi Timnas Indonesia, seperti masalah manajemen,
fisik, disiplin, dan mental. Namun menurut pengamatan saya, faktor yang
paling utama adalah faktor mental pemain. Pemain-pemain Timnas secara
kualitas teknik individu sebenarnya masih lebih baik dibandingkan
rata-rata pemain di Asia Tenggara, bahkan di level Asia, kualitas teknik
individu pemain kita tidak kalah.
Banyak pemain Indonesia yang
cukup dikenal dan dipuji karena kualitas teknik dan kecepatannya. Sebut
saja Widodo Cahyono Putro yang pernah menjadi pencetak gol terbaik di
Piala Asia 1996, kemudian Kurniawan Dwi Yulianto yang terkenal karena
kecepatannya dan sempat bermain di Sampdoria dan FC Luzern. Bambang
Pamungkas yang terkenal karena jumping dan heading-nya, dan juga
tentunya Budi Sudarsono dan Boaz Solossa. Penjaga gawang Timnas, Markus
Horison Ririhina bahkan menjadi salah satu nominator pemain terbaik Asia
2009.
Buruknya penampilan Timnas kita lebih pada mental pemain
kita yang labil. Pemain kita sering mengalami demam panggung, kurang
percaya diri ketika menghadapi Timnas negara lain yang dianggap lebih
kuat, akibatnya mereka sulit untuk mengontrol emosi, permainan tidak
berkembang, dan terbawa permainan lawan. Kondisi kompetisi di Liga
Indonesia yang masih kurang sehat juga berpengaruh pada pembentukan
mental pemain kita. Buruknya kepemimpinan wasit dan manajemen klub yang
belum profesional juga berdampak buruk pada mental pemain kita. Oleh
karenanya perlu dilakukan pembenahan yang nantinya diharapkan berdampak
positif.
Pembenahan tersebut tentu membutuhkan waktu yang lama
dan sulit diharapkan hasilnya dalam waktu dekat. Berangkat dari hal
tersebut, untuk jangka pendek, terutama untuk persiapan Pra Piala Dunia
2014, nampaknya PSSI selaku otoritas sepakbola Indonesia perlu mencari
solusi lain. Solusi instan yang bisa dilakukan adalah dengan meniru
Amerika Serikat atau negara tetangga kita Australia. Sebagaimana kita
ketahui, Timnas Australia dan Amerika Serikat dibentuk dengan
menggunakan sebagian besar pemain-pemain yang bermain di liga-liga
eropa, liga yang kompetisinya sudah maju dan sehat. Dengan menggunakan
pemain-pemain Eropa yang masih berdarah Australia seperti, Harry Kewell,
Mark Viduka, Mark Bresciano, dan Tim Cahill, Australia cukup sukses
dengan keberhasilan mereka lolos ke Piala Dunia 2006 dan 2010.
Robin
van Persie, Giovanni van Bronckhorst, John Heitinga, Wilfred Bouma,
Denny Landzaat, Roy Makaay dan Radja Nainggolan, memang sudah tidak
memungkinkan lagi untuk memperkuat Timnas Indonesia karena sudah memilih
untuk memperkuat Timnas Belanda dan Belgia, namun masih banyak pemain
blasteran lain yang patut dicoba dan dinaturalisasi. Selain Irfan
Bachdim dan Sergio van Dijk yang sudah menyatakan kesediaannya, masih
ada Donovan Partosoebroto yang bermain di Ajax Junior, Leroy
Resodihardjo dari ADO Den Haag, Michael Timisela yang pernah bermain
selama 5 musim di Ajax dan saat ini bermain di VVV-Venlo, Justin
Tahapary dari FC Eindhoven, Edinho Pattinama dari NAC Breda, dan masih
banyak lagi.
Sumber : http://menggapaiangan.blogspot.com/ Oleh : Ainut Taufiq
gambar diambil dari google