Lokon sulit diprediksi. Proses letusannya menyalahi semua aturan yang ada.
Gunung Lokon meletus (ANTARA/Jemmy)
VIVAnews -Dalam waktu hitungan hari, dua gunung berapi di Indonesia -- Soputan dan Lokon -- meletus. Erupsi Soputan terjadi pada Minggu 3 Juli 2011, dan berangsur-angsur tenang. Sementara Lokon mulai Minggu 10 Juli 2011 ditetapkan berstatus Awas, hingga saat ini.
Tak hanya diawasi para pemantau gunung di Indonesia, Soputan juga diawasi satelit Badan Antariksa Amerika Serikat, NASA. Untuk diketahui, NASA mengawasi aktovitas vulkanik di seluruh dunia dengan berbagai satelit. Minggu lalu, NASA merilis tiga gunung aktif yakni Gunung Nabro di Eritrea, Gunung Puyehue-Cordon di Chile, dan Gunung Soputan di Indonesia.
Instrumen Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer (MODIS) pada Satelit Terra menangkap citra asap yang membumbung tingi dari letusan Soputan pada 3 Juli 2011 -- saat gunung itu meletus. Beberapa hari kemudian, pada Juli 2011, dilaporkan erupsi Soputan telah berhenti.
Meski belum merilis gambar terakhir Gunung Lokon, yang kini sedang aktif-aktifnya, data NASA menunjukkan, satelit telah mengamati Lokon sejak tahun 2000 -- di mana di tahun itu terbentuk lubang baru di dasar kawah Lokon.
Hingga kini, sejak 10 hari pasca ditetapkan menjadi Awas, Lokon belum berhenti 'batuk'. Sejauh ini yang paling dikhawatirkan adalah potensi awan panas. Gunung Lokon pernah mengeluarkan 'wedhus gembel' pada 27 November 1969 dan 1991.
Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), Surono mengakui, letusan Lokon kali ini terbilang aneh.
Sebab, proses letusan Lokon menyalahi semua aturan yang ada. Surono menjelaskan gunung berapi biasanya mengalami gempa vulkanik yang semakin lama semakin membesar. Ini adalah tanda awal gunung akan meletus. Setelah itu, terjadi tremor yang amplitudonya terus naik, barulah erupsi terjadi.
"Gunung Lokon lain. Pertama terjadi letusan, lalu tremor. Tiba-tiba saja berhenti, lalu ada gempa. Meletus lagi. Urutannya terbalik," kata Surono.
Keanehan ini, tambah Surono, membuat para ahli sulit memprediksi kapan letusan berikutnya akan terjadi. Dia mengatakan, kemungkinan letusan besar dari Lokon masih terjadi dalam beberapa hari ke depan. "Saya pikir tanggal 14 Juli kemarin sudah yang terbesar, ternyata tanggal 17 Juli ada yang lebih besar lagi," kata Surono.
Letusan kali ini juga berbeda dengan letusan Lokon pada 1969, 2001 dan 2002 silam. Letusan kali ini beruntun dan masih terjadi hingga saat ini. Tidak dapat diprediksi.
Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), Surono mengakui, letusan Lokon kali ini terbilang aneh.
Sebab, proses letusan Lokon menyalahi semua aturan yang ada. Surono menjelaskan gunung berapi biasanya mengalami gempa vulkanik yang semakin lama semakin membesar. Ini adalah tanda awal gunung akan meletus. Setelah itu, terjadi tremor yang amplitudonya terus naik, barulah erupsi terjadi.
"Gunung Lokon lain. Pertama terjadi letusan, lalu tremor. Tiba-tiba saja berhenti, lalu ada gempa. Meletus lagi. Urutannya terbalik," kata Surono.
Keanehan ini, tambah Surono, membuat para ahli sulit memprediksi kapan letusan berikutnya akan terjadi. Dia mengatakan, kemungkinan letusan besar dari Lokon masih terjadi dalam beberapa hari ke depan. "Saya pikir tanggal 14 Juli kemarin sudah yang terbesar, ternyata tanggal 17 Juli ada yang lebih besar lagi," kata Surono.
Letusan kali ini juga berbeda dengan letusan Lokon pada 1969, 2001 dan 2002 silam. Letusan kali ini beruntun dan masih terjadi hingga saat ini. Tidak dapat diprediksi.
0 komentar:
Posting Komentar