Di Suriname tinggal sekitar 75.000 orang Jawa dan dibawa ke sana dari Hindia-Belanda antara tahun 1890-1939. Suriname merupakan salah satu anggota Organisasi Konferensi Islam.
info:
Sekedar informasi saja bahwa bahasa Jawa yang digunakan di Suriname ini agak sedikit berbeda meskipun pada dasarnya bahasa yang digunakan sama dengan Bahasa Jawa yang digunakan di Indonesia, khususnya di pulau Jawa. Karena bahasa Jawa yang digunakan di Suriname hanya diwariskan secara turun-temurun antar generasi ke generasi, mulai dari orang Jawa yang datang di Suriname melalui perbudakan pada zaman penjajahan Belanda lebih dari 100 tahun yang lalu. Total sampai sekarang sudah tiga generasi yang pernah hidup di salah satu negara di Amerika Selatan ini.
Bukan hanya bahasa Jawa saja yang diwariskan kepada generasi selanjutnya dari komunitas bangsa Jawa Suriname ini, melainkan juga budaya dan segala tentang Jawa pun turut dikembangkan di Suriname. Karena tidak pernah kontak dengan orang Jawa di Indonesia, maka budaya Jawa di Suriname berkembang dengan sendirinya sesuai persepsi orang Jawa Suriname. Wayang dan budaya Jawa lainnya pun masih ada di sana.
Meskipun orang Jawa yang ada di Suriname bisa dibilang cukup banyak dari keseluruhan penduduk Suriname, dan bahkan bahasa Jawa pun banyak dipergunakan sebagai bahasa percakapan sehari-hari oleh warga Suriname, khususnya masyarakat keturunan Jawa Suriname itu sendiri.
Bahasa Jawa yang digunakan di Suriname ini mungkin sama dengan bahasa Jawa yang berkembang di pulau Jawa pada 100 tahun yang lalu, sama seperti bahasa yang digunakan orang Jawa yang pertama kali datang di Suriname. Bahasa Jawa tersebut bukan bahasa Jawa halus atau kromo inggil seperti bahasa Jawa di Yogyakarta, melainkan bahasa yang sedikit kasar dan ngoko. Ini dikarenakan orang Jawa yang dipindahkan ke Suriname oleh penjajah Belanda sebagai buruh murah atau kuli kontrak di perkebunan-perkebunan gula ataupun kayu yang ada di Suriname ini kebanyakan berasal dari Jawa Timur dan Jawa Tengah. Jadi bahasa Jawa yang turun-temurun digunakan ini sedikit kasar dalam gaya bahasanya. Dan itulah dulu yang menjadi bahasa sehari-hari kaum buruh Jawa di Suriname.
Orang Jawa datang di Suriname dengan banyak cara, namun banyak yang dipaksa atau diculik dari desa-desa oleh Belanda. Tak hanya orang Jawa yang dibawa, namun juga ada terselip sebagian orang-orang Madura, Sunda, Batak dan daerah lain yang keturunannya menjadi orang Jawa semua di sana alias Jawa Suriname.
Tanggal 9 Agustus 2008 persis 118 tahun lalu orang Jawa diangkut ke Suriname untuk menjadi buruh kontrak. Sejak Suriname merdeka pada tahun 1975, banyak warga Suriname asal Jawa hijrah ke negeri bekas penjajahnya, Belanda.
Yayasan Rukun Budi Utomo dan Yayasan Peringatan Imigrasi Orang Jawa (STICHJI) memperingati peristiwa penting ini dengan menggelar pameran foto dan meluncurkan buku. Buku itu berjudul De Stille passanten, Levensverhalen van Javaans-Surinaamse ouderen in Nederland. (Orang lewat diam-diam, Riwayat hidup lansia Jawa Suriname di Belanda.)Aula Sekolah Tinggi Den Haag Haagse School dipenuhi suasana Jawa. Musik gamelan terdengar dari panggung, banyak pria mengenakan batik dan perempuan berkebaya terlihat di mana-mana.
Menurut Ibu Hariëtte Mingoen, penulis utama kumpulan riwayat hidup itu, buku ini ditulis karena sampai sekarang belum ada buku yang berisi riwayat hidup yang diceritakan oleh orang yang bersangkutan sendiri.
Harriët Mingoen: "Sejarah yang kita baca/mengerti, itu dari analisa-analisa arsip. Lalu itu yang menganalisa orang dari luar. Bukan orang Jawa dan bukan orang yang mengalami imigrasi sendiri."
Tradisi dan budaya
Ibu Mingoen, yang juga Ketua Yayasan Peringatan Imigrasi Orang Jawa (STICHJI), menambahkan buku yang disusun sekitar satu setengah tahun ini dapat dinilai mewah. Karena buku yang berisi potret para lansia Jawa ini memberi informasi baru tentang kehidupan mereka waktu masih di Jawa, di Suriname dan kemudian di Belanda. Orang-orang tua ini sekarang tinggal di Belanda.
Buku riwayat hidup dan potret para lansia Jawa yang disusun bersama seorang warga Indo-Belanda Ivette Kopijn itu, dibubuhi pengantar presiden pertama Suriname Johan Ferrier. Dalam sambutannya pria gaek ini menyinggung karakter orang Jawa dan mengucapkan terima kasih kepada mereka dan para penulis.
Ferrier: "Saya tahu, tidak gampang untuk meminta orang Jawa bercerita. Mereka tidak mau mencanangkan kesulitan-kesulitan yang mereka hadapi. Tapi mereka berupaya mengatasinya dengan enerji yang ada dalam diri mereka. Saya berterima kasih banyak kepada para pencerita yang bersedia memberi kesempatan kepada ibu-ibu penulis buku ini untuk menyuarakan diri mereka. Harriët, terima kasih."
Acara yang berlangsung sekitar 3 jam itu juga dihadiri oleh pejabat tinggi kota Den Haag, dan staf Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Den Haag. Menurut Wakil Kepala Perwakilan RI Djauhari Oratmangun, KBRI Den Haag selalu diundang kalau ada kegiatan masyarakat Belanda asal Indonesia seperti orang Jawa ini.
Djauhari Oratmangun: "Sejak beberapa tahun terakhir ini kita pun sangat aktif untuk merangkul mereka, orang-orang Jawa Suriname. Karena bagaimana pun darah yang mengalir di dalam tubuh mereka itu kan darah Jawa. Dan Jawa itu ada di Indonesia. Walaupun mereka sudah menjadi warganegara Suriname, tapi tradisi dan budaya masih tetap tradisi dan budaya Jawa."
Buku
Judul buku "Orang Lewat Diam-Diam" mengesankan seolah orang Jawa itu suka bungkam tidak mau menonjol seperti disinggung oleh mantan presiden Suriname tadi. Inilah yang mendorong Harriët Mingoen, sebagai ketua Yayasan Peringatan Imigrasi Orang Jawa (STICHJI) untuk menggalakkan warga Jawa Suriname keluar dari sarangnya.
Harriët Mingoen: "Oleh karena itu tujuan saya supaya setiap tahun kalau mengadakan peringatan Javaanse immigratie (imigrasi orang Jawa,red), supaya mengeluarkan hasil tertentu. Tahun ini buku, mungkin tahun depan produksi teater atau tahun depannya buku lagi. Supaya terlihat.
Suatu ambisi yang bagus yang mudah-mudahan berhasil. Tapi andaikan itu tidak berhasil, setidaknya melalui buku ini, dunia akan mengenal kehidupan generasi pertama orang Jawa Suriname yang berkarakter pendiam, tetapi bekerja keras[/spoiler]
peta:
fakta-fakta:
* Strong>Pendapatan Terbesar Suriname berasal dari sektor pertambangan (bauksit, emas, dan minyak bumi), pertanian (beras dan pisang), serta peternakan (udang).
* Strong>Suriname sudah mengenal Indonesia sejak masih dijajah Belanda. Begitu merdeka, negara ini langsung membuka hubungan diplomatik (hubungan resmi) dengan Indonesia. Selama ini, dengan Suriname, kita sudak melakukan kerja sama di bidang pembangunan, ekonomi, pariwisata, serta seni budaya.
* Orang Jawa yang tinggal di Suriname masih bisa berbahasa Jawa dan memainkan gamelan Jawa. Mereka juga memelihara tradisi 1 Suro (tahun baru menurut kalender Jawa), macapat (melantunkan tembang khas Jawa), ludruk, kuda lumping, dan musik campursari.
Sumber : http://haxims.blogspot.com/2009/12/suriname-ini-disebut-sebagai-indonesia.html
0 komentar:
Posting Komentar