Kontroversi Kontes Waria di Banda Aceh Ulama Aceh Merasa Ditipu Para Waria
Kata panitia, Timmy Miyabi, kontes waria sudah mendapatkan izin dari MPU kota Banda Aceh.
Sebuah kontes waria diselenggarakan di Kota Banda Aceh, Sabtu 13 Februari 2010.
Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Kota Banda Aceh menyatakan tidak pernah memberikan rekomendasi terhadap Kontes Pemilihan Duta Waria Aceh 2010. MPU berencana menuntut panitia penyelengara.
"Kita merasa ditipu, mereka meminta arahan ke kami untuk mengelar malam pengalangan dana sosial, ternyata mereka buat kontes waria," kata ketua MPU Kota Banda Aceh, Tgk Karim Syeikh, Senin, 15 Februari 2010.
Menurut Karim, MPU merasa dirugikan atas komentar panitia, Timmy Miyabi, yang menyebutkan pihaknya mendapatkan izin dari MPU.
"Jangankan kontes waria, kontes kecantikan wanita saja tidak kita izinkan, mereka telah mencemarkan nama baik ulama Aceh" tambah dia.
Dia juga menyebutkan, pihaknya menentang keras rencana diikutkannya waria Aceh dalam kontes waria di tingkat nasional. Menurutnya nama Daerah Aceh tercemar gara-gara kontes tersebut.
"Aceh daerah syariat Islam, tidak seharusnya acara seperti itu digelar di Aceh," ujarnya.
***
Sebelumnya, kontes waria Aceh memilih Angga alias Zefina Letisia (19 tahun) asal Aceh Utara sebagai Duta Waria Aceh 2010 mengalahkan 39 waria lainnya.
Dalam kontes tersebut, para waria mengenakan pakaian adat Aceh dari 23 daerah asal mereka masing-masing.
Jimmi, ketua panitia mengatakan, kontes tersebut merupakan ajang silaturahmi antar para waria dari seluruh Aceh. Kegiatan itu juga telah mendapatkan persetujuan dari ulama.
“Kita mendapatkan izin dari MPU kota Banda Aceh, kita didukung banyak pihak untuk mengelar acara ini,” sebutnya, usai kontes yang berlangsung di Auditoriat RRI Banda Aceh, Sabtu, 14 Februari 2010.
Waria yang akrab disapa Timmy Miyabi itu juga mengatakan, sebelumnya para kontestan juga dikarantina selama sepekan untuk mendapatkan pengetahuan seputar hak asasi manusia. Mereka juga diharuskan mengabdi untuk membantu anak-anak panti asuhan.
“Kontes ini untuk menunjukan kepada masyarakat kalau waria dapat melakukan hal-hal yang positif, kita ingin menghilangkan stigma kalau waria itu sampah masyarakat,” ujarnya.
Para dewan juri yang terdiri dari Marini, dari Koalisi Perempuan Indonesia, Perak Sebayang dari RRI Banda Aceh dan Santi, menilai kelenturan para peserta dalam berjalan diatas catwalk. Mereka juga menguji kemampuan para peserta dalam mengeluarkan pendapat, terutama pengetahuan terhadap hak asasi manusia.
Zafina Letisia, Duta Waria Aceh 2010 mengatakan, waria di Aceh tidak mendapatkan pelecehan maupun diskriminasi. Menurut dia pelaksanaan syariat Islam di Aceh tidak membatasi waria dalam berekspresi.
“Sangat tergantung tingkah laku si warianya juga, pinter-pinter bawa diri lah,” sebutnya.
Mengenai rencana pembentukan Qanun Jinayat yang juga melarang waria, Angga mengatakan, pihaknya akan berusaha beraudiensi dengan pemerintah.
“Takut juga sih kalau nantinya kita dilarang, tapi nanti kita coba bicarakan aja,” ujarnya.
0 komentar:
Posting Komentar