Mendengar jawaban Narasoma , bergetar hati Setyawati. Ia mencoba merefleksi diri apakah dalam melayani Narasoma, suaminya tersebut ada yang kurang berkenan. Atau ada hal lain yang menjadi ganjalan di antara hubungan mereka. Memberanikan diri Setyowati bertanya.
” Gerangan apakah … yang menjadikan tak enak hati Kakanda? Tolong katakan terus terang, agar Adinda memamahaminya …” Bujuk Setyowati kepada Narasoma.
Dengan berat hati Narasoma mengungkapkan isi hatinya kepada Setyowati, istrinya. Setyowati pun tanggap akan makna yang terangkum dalam kalimat, yang pada intinya Narasoma merasa malu mempunyai ayah mertua yang berwujud Buta (raksasa).
Memang keterlaluan ya si Narasoma, udah ngedapetin anaknya yang cantik, kagak mau sama ayahnya yang ….huft dasar …
Setyawati perempuan yang lugu, menyampaikan hal itu kepada ayahnya Bagaspati. Bagaspati seorang resi yang luhur budi, sudah tidak menginginkan kenikmatan duniawi. Demi mendengar perkataan Setyowati, tak sedikitpun ia kecewa, dengan suara yang berwibawa, malahan ia menyuruh Setyowati memilih.
” Setyowati anakku, sebenarnya … Yanda tahu, hal itulah yang selama ini membuat Narasoma bermuram hati. Maka sekarang tetapkanlah pilihanmu … engkau pilih ayah atau suami …”
Ternyata Setyowati memilih suami. Bangga hati Bagaspati mendengar jawaban itu bahwa ternyata Setyowati adalah seorang istri yang setia.
” Baiklah anakku, sekarang katakan pada Narasoma suamimu, ayah telah siap meninggalkan dunia ini demi kebahagiaanmu, dengan syarat Narasomalah yang mengantarkan kematianku …”
Singkat cerita. Telah berhadapan Resi Bagaspati dengan Narasoma.
” Narasoma, kau merasa malu mempunyai ayah sepertiku … aku rela mati demi anakku, dengan syarat, jangan kau madu Setyowati kelak setelah kau meninggalkan pertapaan ini …” demikian ungkap Bagaspati.
Narasoma menyanggupi permintaan Bagaspati, dan segera menghunus keris andalannya, menusukkan ke tubuh Bagaspati. Namun jangankan mati, tergorespun tidak tubuh Bagaspati. Ternyata Bagaspati lupa bahwa ia masih mempunyai ajian yang belum dilepaskannya. Maka sekaligus ia mewariskan ilmunya kepada Narasoma . ilmu kesaktian itu bernama Candrabirawa. Jika ia merapalnya akan keluar raksasa kerdil dalam jumlah seribu dan mengeroyok musuhnya. Setelah itu, Narasoma menusukkan kerisnya ke siku Bagaspati dimana terletak titik lemahnya. Nyawa bagaspatipun melayang, bersamaan itu terdengar suara di angkasa menggema.
” He … Narasoma, ingat hari pembalasanku … saat perang Bharatayuda digelar nanti kau akan menebus perbuatanmu ini. Maut akan menjemputmu dengan perantaraan Pandawa ..”
Tertegun Narasoma, namun semuanya telah terjadi. Keangkuhan hatinya telah mengalahkan akal budi. Memisahkan kasih sayang seorang ayah dengan anak yang dikasihi. Dan sudah menjadi suratan bagi Dewi Setyowati, bahwa ternyata CINTA harus/boleh memilih, dan pilihan dijatuhkan pada sang suami.
Narasoma meninggalkan pertapaan Hargabelah yang kini sepi, pulkam menuju kerajaan Mandaraka dimana ayahnya telah lama menanti. ( Sekian)
Notes : kematian Resi Bagaspati membuahkan kemarahan ayah Narasoma (Mandrapati/raja Mandaraka) karena ternyata Bagaspati adalah sahabat baiknya. Dan diusirlah Narasoma dari istana. Karena kesedihan yang mendalam akhirnya Mandrapati meninggal dunia. Tahta kerajaan Mandaraka kemudian digantikan Narasoma dengan memakai gelar baru Prabu Salya .
Notes : kematian Resi Bagaspati membuahkan kemarahan ayah Narasoma (Mandrapati/raja Mandaraka) karena ternyata Bagaspati adalah sahabat baiknya. Dan diusirlah Narasoma dari istana. Karena kesedihan yang mendalam akhirnya Mandrapati meninggal dunia. Tahta kerajaan Mandaraka kemudian digantikan Narasoma dengan memakai gelar baru Prabu Salya .
0 komentar:
Posting Komentar