Megah dan meriah. Itulah gambaran Perayaan 600 Tahun Pelayaran Laksamana Cheng Ho yang diselenggarakan selama sepekan di Semarang, Jawa Tengah. Ribuan umat Tri Dharma dari berbagai negara dan masyarakat multietnis dari berbagai kota membanjiri kota ini untuk merayakan pendaratan Cheng Ho di pesisir utara Pulau Jawa.
Kongco Sam Poo Tay Djien (sebutan lain untuk Cheng Ho) adalah seorang pria Muslim asal Yunan. Enam ratus tahun lalu, ia dipercaya memimpin sebuah armada laut Cina pada masa kepemimpinan Dinasti Ming. Armada ini terdiri dari 200 kapal besar dan kecil. Mereka melakukan tujuh kali pelayaran mengarungi wilayah Asia hingga Afrika selama 28 tahun, termasuk singgah ke Semarang.
Nah, dalam rangka memperingati 600 tahun (1405-2005) Pelayaran Ekspedisi Laksamana Cheng Ho (Admiral Zheng He), awal bulan ini kota Semarang berhias. Lampion-lampion
berwarna merah tampak tergantung di beberapa jalan utama. Hampir setiap hotel di Semarang juga memasang lampion di beberapa sudut ruangnya.
Beragam acara pun digelar selama sepekan penuh. Perayaan kali ini berpusat di tiga tempat, yakni Kelenteng Sam Poo Kong (Kelenteng Gedung Batu) di Simongan, Kelenteng Tay Kak Sie di Gang Lombok, dan PRPP Jawa Tengah.
Berharap Berkah
Sejak hari pertama, ribuan umat Buddha Tri Darma tampak memadati area Kelenteng Sam Poo Kong dan Tay Kak Sie. Mereka beramai-ramai berdoa di hadapan Sang Buddha dan
para dewa. Aroma hio yang telah terbakar pun tercium kuat hampir di setiap sudut tempat kelenteng. Para pengunjung sangat berharap memperoleh berkah dan kesuksesan.
Uniknya, hal itu terwujud dalam berbagai simbol ritual. Seperti yang dilakukan Chandra Surya (58), warga Pandaan, Semarang. Siang itu (3/8) ia terlihat melepaskan 40 ekor burung pipit ke alam bebas. "Dengan melepas mereka (burung pipit) dari sangkarnya, saya berharap jalan hidup saya jadi lebih mudah dan terang," papar Chandra yang merasa beban hidupnya lebih berat belakangan ini.
Di sisi lain ritual-ritual tersebut ternyata mendatangkan berkah bagi masyarakat bawah. Salah satunya adalah Usman (55). Pria ini mengaku telah delapan tahun menjual burung pipit di pelataran Kelenteng Tay Kak Sie. "Saya bisa menjual 300 ekor burung setiap hari selama perayaan ini. Harga per ekor hanya Rp 800," ungkap Usman yang mendapatkan burung-burung pipit dari daerah Kendal. Untungnya, Usman tak perlu berlama-lama menunggu dagangannya habis terjual. Dalam setengah hari, Usman dapat membawa keuntungan yang cukup besar.
REPLIKA KAPAL
Perayaan yang telah berlangsung selama berabad-abad ini, diawali dengan ritual doa bersama kurang lebih 100 biksu dari manca negara. Mereka di antaranya datang dari negeri Cina, Malaysia, dan Thailand. Ritual ini bermaksud mendoakan keselamatan dan kesuksesan bagi semua bangsa dan negara. Lantunan doa berlangsung secara khidmat di Kelenteng Tay Kak Sie yang terletak di Gang Lombok di kawasan Pecinan Semarang.
Kelenteng Tay Kak Sie memiliki keistimewaan tersendiri dalam perayaan ekspedisi Cheng Ho kali ini. Di sini, pengunjung dapat melihat sebuah replika kapal armada Cheng Ho. Kapal ini seolah bersauh di sungai yang mengalir di muka bangunan kelenteng. Geladak kapal kayu ini rupanya digunakan sebagai panggung kesenian. Di atas geladak inilah digelar beragam kebudayaan dan kesenian bernuansa Cina. Salah satunya pertunjukan akrobat oleh artis-artis dari China.
Suasana di Kelenteng Sam Poo Kong juga tak kalah seru. Di sini berlangsung pertunjukan barongsai selama 24 jam non stop. Kelompok barongsai Hoo Hap memecahkan rekor MURI dengan menggelar atraksi ini pada Selasa (2/8) yang dimulai sejak pukul 17.00. Atraksi dilakukan oleh 60 anggota kelompok barongsai asal Semarang secara bergantian. Anggota termuda tercatat baru berusia sembilan tahun, sementara yang tertua berusia 88 tahun.
Selain atraksi barongsai, penyalaan lilin setinggi 600 cm juga berhasil meraih penghargaan dari MURI. Dua buah lilin berwarna merah tampak berdiri tegak di halaman muka Kelenteng Tay Kak Sie. Lilin tersebut dibuat khusus untuk merayakan 600 tahun pelayaran Cheng Ho. Penyalaan lilin ini dilakukan oleh Gubernur Jawa Tengah, H. Mardiyanto.
KIRAB SAM POO
Puncak perayaan 600 tahun pelayaran Cheng Ho berlangsung pada hari keempat. Tepat pukul 05.00, umat Tri Dharma mengarak kim sien (patung) duplikat Kongco Sam Poo Tay Djien milik Kelenteng Tay Kak Sie. Ritual ini kerap disebut sebagai Kirab Sam Poo. Arak-arakan ini berjalan kaki mulai dari Kelenteng Tay Kak Sie menuju Kelenteng Sam Poo Kong. Peserta kirab tak hanya diikuti oleh etnis keturunan Tionghoa.
Pada barisan terdepan berdiri pembawa bendera Tay Kak Sie dan bendera kebesaran Sam Poo Tay Djien. Berturut-turut di belakangnya adalah barisan pemain gambreng, pembawa papan bertuliskan "Shu King" (tenang dan jangan berisik) dan "Hui Bi" (minggir atau berjalan). Lalu, menyusul pembawa pusaka tiruan, pembawa tandu patung Sam Poo Tay Djien dan termasuk para bhe kun.
Para bhe kun ini merupakan orang-orang yang memiliki nazar tertentu. Mereka membayar nazar dengan jalan kaki menjadi perawat kuda Sam Poo. Dalam kirab ini para bhe kun tampak memakai kostum khusus dengan wajah didandani.
Kirab Sam Poo memakan waktu hingga dua jam. Pukul 07.00 rombongan arak-arakan kim sien Sam Poo Tay Djien terlihat memasuki areal Kelenteng Gedung Batu. Siangnya, arak-arakan kembali menuju Kelenteng Tay Kak Sie. Sementara itu, kemeriahan perayaan ini juga diikuti oleh karnaval kereta kencana kraton Solo, kendaraan hias dan barisan Bhinneka Tunggal Ika yang berjalan mengelilingi kota Semarang.
Tak ketinggalan perayaan pelayaran Cheng Ho juga diramaikan dengan stan yang menjual pernak-pernik Cheng Ho dan jajanan khas kota Semarang. Pemandangan ini terlihat di sepanjang ruas Gang Lombok. Para pedagang makanan dan cinderamata tampak diserbu oleh pengunjung kelenteng. Sebuah kaus bergambar patung Cheng Ho dapat diperoleh dengan harga mulai Rp 30 ribu.
Melihat perayaan Cheng Ho, banyak yang berkomentar, "Sungguh megah dan megah."
Kongco Sam Poo Tay Djien (sebutan lain untuk Cheng Ho) adalah seorang pria Muslim asal Yunan. Enam ratus tahun lalu, ia dipercaya memimpin sebuah armada laut Cina pada masa kepemimpinan Dinasti Ming. Armada ini terdiri dari 200 kapal besar dan kecil. Mereka melakukan tujuh kali pelayaran mengarungi wilayah Asia hingga Afrika selama 28 tahun, termasuk singgah ke Semarang.
Nah, dalam rangka memperingati 600 tahun (1405-2005) Pelayaran Ekspedisi Laksamana Cheng Ho (Admiral Zheng He), awal bulan ini kota Semarang berhias. Lampion-lampion
berwarna merah tampak tergantung di beberapa jalan utama. Hampir setiap hotel di Semarang juga memasang lampion di beberapa sudut ruangnya.
Beragam acara pun digelar selama sepekan penuh. Perayaan kali ini berpusat di tiga tempat, yakni Kelenteng Sam Poo Kong (Kelenteng Gedung Batu) di Simongan, Kelenteng Tay Kak Sie di Gang Lombok, dan PRPP Jawa Tengah.
Berharap Berkah
Sejak hari pertama, ribuan umat Buddha Tri Darma tampak memadati area Kelenteng Sam Poo Kong dan Tay Kak Sie. Mereka beramai-ramai berdoa di hadapan Sang Buddha dan
para dewa. Aroma hio yang telah terbakar pun tercium kuat hampir di setiap sudut tempat kelenteng. Para pengunjung sangat berharap memperoleh berkah dan kesuksesan.
Uniknya, hal itu terwujud dalam berbagai simbol ritual. Seperti yang dilakukan Chandra Surya (58), warga Pandaan, Semarang. Siang itu (3/8) ia terlihat melepaskan 40 ekor burung pipit ke alam bebas. "Dengan melepas mereka (burung pipit) dari sangkarnya, saya berharap jalan hidup saya jadi lebih mudah dan terang," papar Chandra yang merasa beban hidupnya lebih berat belakangan ini.
Di sisi lain ritual-ritual tersebut ternyata mendatangkan berkah bagi masyarakat bawah. Salah satunya adalah Usman (55). Pria ini mengaku telah delapan tahun menjual burung pipit di pelataran Kelenteng Tay Kak Sie. "Saya bisa menjual 300 ekor burung setiap hari selama perayaan ini. Harga per ekor hanya Rp 800," ungkap Usman yang mendapatkan burung-burung pipit dari daerah Kendal. Untungnya, Usman tak perlu berlama-lama menunggu dagangannya habis terjual. Dalam setengah hari, Usman dapat membawa keuntungan yang cukup besar.
REPLIKA KAPAL
Perayaan yang telah berlangsung selama berabad-abad ini, diawali dengan ritual doa bersama kurang lebih 100 biksu dari manca negara. Mereka di antaranya datang dari negeri Cina, Malaysia, dan Thailand. Ritual ini bermaksud mendoakan keselamatan dan kesuksesan bagi semua bangsa dan negara. Lantunan doa berlangsung secara khidmat di Kelenteng Tay Kak Sie yang terletak di Gang Lombok di kawasan Pecinan Semarang.
Kelenteng Tay Kak Sie memiliki keistimewaan tersendiri dalam perayaan ekspedisi Cheng Ho kali ini. Di sini, pengunjung dapat melihat sebuah replika kapal armada Cheng Ho. Kapal ini seolah bersauh di sungai yang mengalir di muka bangunan kelenteng. Geladak kapal kayu ini rupanya digunakan sebagai panggung kesenian. Di atas geladak inilah digelar beragam kebudayaan dan kesenian bernuansa Cina. Salah satunya pertunjukan akrobat oleh artis-artis dari China.
Suasana di Kelenteng Sam Poo Kong juga tak kalah seru. Di sini berlangsung pertunjukan barongsai selama 24 jam non stop. Kelompok barongsai Hoo Hap memecahkan rekor MURI dengan menggelar atraksi ini pada Selasa (2/8) yang dimulai sejak pukul 17.00. Atraksi dilakukan oleh 60 anggota kelompok barongsai asal Semarang secara bergantian. Anggota termuda tercatat baru berusia sembilan tahun, sementara yang tertua berusia 88 tahun.
Selain atraksi barongsai, penyalaan lilin setinggi 600 cm juga berhasil meraih penghargaan dari MURI. Dua buah lilin berwarna merah tampak berdiri tegak di halaman muka Kelenteng Tay Kak Sie. Lilin tersebut dibuat khusus untuk merayakan 600 tahun pelayaran Cheng Ho. Penyalaan lilin ini dilakukan oleh Gubernur Jawa Tengah, H. Mardiyanto.
KIRAB SAM POO
Puncak perayaan 600 tahun pelayaran Cheng Ho berlangsung pada hari keempat. Tepat pukul 05.00, umat Tri Dharma mengarak kim sien (patung) duplikat Kongco Sam Poo Tay Djien milik Kelenteng Tay Kak Sie. Ritual ini kerap disebut sebagai Kirab Sam Poo. Arak-arakan ini berjalan kaki mulai dari Kelenteng Tay Kak Sie menuju Kelenteng Sam Poo Kong. Peserta kirab tak hanya diikuti oleh etnis keturunan Tionghoa.
Pada barisan terdepan berdiri pembawa bendera Tay Kak Sie dan bendera kebesaran Sam Poo Tay Djien. Berturut-turut di belakangnya adalah barisan pemain gambreng, pembawa papan bertuliskan "Shu King" (tenang dan jangan berisik) dan "Hui Bi" (minggir atau berjalan). Lalu, menyusul pembawa pusaka tiruan, pembawa tandu patung Sam Poo Tay Djien dan termasuk para bhe kun.
Para bhe kun ini merupakan orang-orang yang memiliki nazar tertentu. Mereka membayar nazar dengan jalan kaki menjadi perawat kuda Sam Poo. Dalam kirab ini para bhe kun tampak memakai kostum khusus dengan wajah didandani.
Kirab Sam Poo memakan waktu hingga dua jam. Pukul 07.00 rombongan arak-arakan kim sien Sam Poo Tay Djien terlihat memasuki areal Kelenteng Gedung Batu. Siangnya, arak-arakan kembali menuju Kelenteng Tay Kak Sie. Sementara itu, kemeriahan perayaan ini juga diikuti oleh karnaval kereta kencana kraton Solo, kendaraan hias dan barisan Bhinneka Tunggal Ika yang berjalan mengelilingi kota Semarang.
Tak ketinggalan perayaan pelayaran Cheng Ho juga diramaikan dengan stan yang menjual pernak-pernik Cheng Ho dan jajanan khas kota Semarang. Pemandangan ini terlihat di sepanjang ruas Gang Lombok. Para pedagang makanan dan cinderamata tampak diserbu oleh pengunjung kelenteng. Sebuah kaus bergambar patung Cheng Ho dapat diperoleh dengan harga mulai Rp 30 ribu.
Melihat perayaan Cheng Ho, banyak yang berkomentar, "Sungguh megah dan megah."
0 komentar:
Posting Komentar