Cacing bisa hidup dalam tubuh manusia dan memakan nutrisi dari dalam tubuh. Kejadian ini disebut sebagai cacingan dan merugikan tubuh, bahkan bisa berakibat kematian. Namun, penelitian baru-baru ini menemukan bahwa cacing bisa berguna mengobati penyakit paru-paru dan menyembuhkan luka.
Cacing parasit pada usus telah menginfeksi lebih dari satu miliar manusia di seluruh dunia dan membunuh ratusan juta orang per tahun. Namun, cacing juga bisa memicu kinerja elemen penting dalam sistem kekebalan tubuh yang bertanggung jawab memperbaiki jaringan rusak dan mengurangi peradangan.
"Cacing hidup ini dapat digunakan suatu hari nanti untuk mengobati cedera paru-paru serius yang disebabkan oleh infeksi saluran pernapasan, seperti pneumonia," kata peneliti, William Gause dari New Jersey Medical School di Newark, New Jersey
Gause dan rekannya mempelajari cacing pada hewan pengerat yang disebut Nippostrongylus brasiliensis. Cacing ini mirip dengan cacing tambang yang menginfeksi lebih dari 700 juta manusia, terutama di negara berkembang. Siklus hidup N. brasiliensis serupa dengan cacing tambang.
Cacing memasuki tubuh inang lewat kulit, biasanya pada kaki, atau melakukan kontak dengan larva cacing dalam tinja yang terdapat dalam lumpur atau air. Larva mengalir dalam sistem peredaran darah ke paru-paru, melewati trakea atau tenggorokan, tertelan di kerongkongan dan kemudian masuk dari lambung ke usus kecil, dimana larva tumbuh menjadi cacing dan menyebarkan jutaan telur.
Organ yang mengalami kerusakan parah akibat ulah cacing ini adalah paru-paru. Dalam proses evolusi, tubuh manusia telah mengembangkan cara yang unik untuk meminimalkan kerusakan yang dilakukan oleh cacing tambang dan sejenisnya.
Tim Gause menemukan protein dalam sistem kekebalan yang disebut sitokin. Protein ini membantu mengusir cacing usus di paru-paru tikus dan juga memicu penyembuhan.
Sitokinin memobilisasi berbagai elemen sistem kekebalan tubuh untuk mengurangi peradangan, membersihkan kuman-kuman menular, sekaligus merangsang protein dan faktor pertumbuhan lain agar cepat memperbaiki jaringan paru-paru yang rusak.
Dalam sebuah laporan penelitian yang dimuat jurnal Nature Medicine, Gause mengatakan bahwa apa yang terjadi pada tubuh tikus akibat N. brasiliensis bisa juga terjadi pada manusia yang terkena cacing parasit. Jika demikian, cacing-cacing ini bisa lebih efektif dalam memicu respon kekebalan tubuh untuk menyembuhkan tubuh dari dalam dibandingkan dengan obat-obatan.
"Cacing meningkatkan respon penyembuhan luka, mencegah peradangan yang berbahaya, dan memperbaiki luka. Mekanisme ini mungkin merupakan hasil evolusi dalam tubuh inang untuk mengurangi efek berbahaya dari kerusakan jaringan yang cukup berbahaya akibat parasit multiseluler yang dapat berpindah lewat organ-organ penting. Dalam hal ini, parasit dapat digunakan untuk mengobati cedera paru-paru akut," kata Gause seperti dilansir LiveScience, Senin (16/1/2012).
Penggunaan cacing atau cacing parasit untuk mengobati gangguan kekebalan tubuh disebut terapi cacing dan bukanlah hal baru. Penelitian mengenai penggunaan cacing hidup untuk mengobati beberapa peradangan dan gangguan autoimun seperti penyakit Crohn sedang dilakukan.
Penelitian ini menggunakan parasit non-manusia, yang paling sering adalah cacing Trichuris suis, sejenis cacing cambuk pada babi.
Cacing parasit pada usus telah menginfeksi lebih dari satu miliar manusia di seluruh dunia dan membunuh ratusan juta orang per tahun. Namun, cacing juga bisa memicu kinerja elemen penting dalam sistem kekebalan tubuh yang bertanggung jawab memperbaiki jaringan rusak dan mengurangi peradangan.
"Cacing hidup ini dapat digunakan suatu hari nanti untuk mengobati cedera paru-paru serius yang disebabkan oleh infeksi saluran pernapasan, seperti pneumonia," kata peneliti, William Gause dari New Jersey Medical School di Newark, New Jersey
Gause dan rekannya mempelajari cacing pada hewan pengerat yang disebut Nippostrongylus brasiliensis. Cacing ini mirip dengan cacing tambang yang menginfeksi lebih dari 700 juta manusia, terutama di negara berkembang. Siklus hidup N. brasiliensis serupa dengan cacing tambang.
Cacing memasuki tubuh inang lewat kulit, biasanya pada kaki, atau melakukan kontak dengan larva cacing dalam tinja yang terdapat dalam lumpur atau air. Larva mengalir dalam sistem peredaran darah ke paru-paru, melewati trakea atau tenggorokan, tertelan di kerongkongan dan kemudian masuk dari lambung ke usus kecil, dimana larva tumbuh menjadi cacing dan menyebarkan jutaan telur.
Organ yang mengalami kerusakan parah akibat ulah cacing ini adalah paru-paru. Dalam proses evolusi, tubuh manusia telah mengembangkan cara yang unik untuk meminimalkan kerusakan yang dilakukan oleh cacing tambang dan sejenisnya.
Tim Gause menemukan protein dalam sistem kekebalan yang disebut sitokin. Protein ini membantu mengusir cacing usus di paru-paru tikus dan juga memicu penyembuhan.
Sitokinin memobilisasi berbagai elemen sistem kekebalan tubuh untuk mengurangi peradangan, membersihkan kuman-kuman menular, sekaligus merangsang protein dan faktor pertumbuhan lain agar cepat memperbaiki jaringan paru-paru yang rusak.
Dalam sebuah laporan penelitian yang dimuat jurnal Nature Medicine, Gause mengatakan bahwa apa yang terjadi pada tubuh tikus akibat N. brasiliensis bisa juga terjadi pada manusia yang terkena cacing parasit. Jika demikian, cacing-cacing ini bisa lebih efektif dalam memicu respon kekebalan tubuh untuk menyembuhkan tubuh dari dalam dibandingkan dengan obat-obatan.
"Cacing meningkatkan respon penyembuhan luka, mencegah peradangan yang berbahaya, dan memperbaiki luka. Mekanisme ini mungkin merupakan hasil evolusi dalam tubuh inang untuk mengurangi efek berbahaya dari kerusakan jaringan yang cukup berbahaya akibat parasit multiseluler yang dapat berpindah lewat organ-organ penting. Dalam hal ini, parasit dapat digunakan untuk mengobati cedera paru-paru akut," kata Gause seperti dilansir LiveScience, Senin (16/1/2012).
Penggunaan cacing atau cacing parasit untuk mengobati gangguan kekebalan tubuh disebut terapi cacing dan bukanlah hal baru. Penelitian mengenai penggunaan cacing hidup untuk mengobati beberapa peradangan dan gangguan autoimun seperti penyakit Crohn sedang dilakukan.
Penelitian ini menggunakan parasit non-manusia, yang paling sering adalah cacing Trichuris suis, sejenis cacing cambuk pada babi.
0 komentar:
Posting Komentar