Koordinator KontraS Hariz Azhar - Foto: Ist
Jakarta - Refomasi dalam tubuh Tentara Nasional Indonesia (TNI) telah bergulir sejak 1999, namun angka kekerasan oleh oknum TNI kepada masyarakat masih cukup tinggi. Hal tersebut menandakan bahwa agenda reformasi TNI belum berjalan dengan tuntas.
Hal tersebut dikatakan Koordinator KontraS Hariz Azhar dalam diskusi yang bertajuk "Koreksi Masyarakat Sipil Terhadap Perjalanan Reformasi TNI", di Kantor KontraS Jl Borobudur 14 Menteng Jakarta Pusat, Senin (16/5/2011).
Menurut Hariz, kekerasan oleh TNI kepada masyarakat didasari oleh pemikiran untuk mengamankan negara, bukan untuk melindungi warga negara. "Praktik kekerasan (TNI) masih ada, karena paradikmanya masih ada, paradigma kemanan negara, bukan paradigma keamanan warga negara," tegas Hariz.
Menurut Hariz, kekerasan oleh TNI kepada masyarakat didasari oleh pemikiran untuk mengamankan negara, bukan untuk melindungi warga negara. "Praktik kekerasan (TNI) masih ada, karena paradikmanya masih ada, paradigma kemanan negara, bukan paradigma keamanan warga negara," tegas Hariz.
Hariz mencontohkan kasus kekerasan yang marak terjadi saat ini oleh oknum TNI yakni Kekerasan dalam kasus sengketa lahan tanah dengan masyarakat di Rumpin, Bogor dan Kebumen, Jawa Tengah. Menurut Koodinator KontraS ini, kekerasan ini disebabkan karena klaim TNI terhadap tanah tersebut cukup tinggi.
Itu juga tampak dalam kasus bentorkan petani dengan tentara di kawasan Urut Sewu, Setrojenar, Bulus Pesantren, Kebumen, Jawa Tengah pada 16 April 2011. "Praktik kekerasan untuk mempertahankan klaim tanah masih mewarnai oknum TNI. Kasus kebumen itu, TNI seolah-olah menegakkan hukum, padahal kita lihat yang terjadi. Pengosongan tanah oleh TNI juga aneh, sejak kapan TNI mengeksekusi rumah?," jelasnya.
Dalam kesempatan yang sama, peneliti LIPI, Jaleswari Pramudawardani mengatakan, kasus kekerasan TNI dalam sengketa tanah dengan masyarakat akan menjadi batu sandungan untuk TNI sendiri. "Kasus-kasus kekerasan tanah oleh TNI itu bisa jadi bom waktu untuk TNI sendiri," kata Jaleswari.
Menurutnya, persoalan kasus kekerasan sengketa tanah harus mendapat perhatian dan tanggung jawab dari seluruh pihak terutama pemerintah pusat, pemerintah daerah dan DPR. "Reforamsi TNI jilid dua itu formula apa yang kita gunakan untuk memperbaiki reformasi sebelumnya. Kita harus mengkritisi masalah kekerasan yang dilakukan TNI," ujarnya.(inilah.com)
0 komentar:
Posting Komentar