Satu porsi gulai yang satu ini, sulit bisa dihabiskan hanya untuk seorang. Masalahnya, menu gulai masakan Mbah Run (60), penjual makanan di Desa Mbangunrejo, Kecamatan Soko, Tuban, Jawa Timur ini, berupa satu kepala kambing utuh.
“Satu porsi gulai kepala kambing ini, saya jual Rp50.000 biasanya pembelinya rombongan bisa lima sampai sepuluh orang atau dibawa pulang,”kata Mbah Run, yang ditemui di warungnya,Sabtu (23/5).
Kalau hanya seorang memesan satu porsi gulai kepala kambing, katanya, mustahil bisa menghabiskan porsi gulai itu. Dan lagi, seorang pembeli tidak mungkin membeli, gulai kepala kambing, hanya secukupnya, sebab cara menjual gulai tersebut, tidak sepotong-potong, tetapi utuh satu kepala kambing plus dua mangkuk kuah gulai.
Cara memakannya, bagi pembeli yang makan di tempat, Mbah Run memberi kepala kambing utuh diletakkan di atas piring, dilengkapi dua mangkuk kuah ditambah garpu dan pisau. Menurut Mbah Run, di warungnya hanya menyediakan nasi putih.
“Pembeli lebih senang nasi jagung, karena kalau nasi biasa sudah umum,”katanya. Dengan pisau, pembeli mengiris sendiri mulai kulit kepala, hingga daging yang ada di kepala, menyantap dengan nasi jagung dicampur kuah gulai.
Puncak menikmati hidangan adalah dengan menyantap otak kambing. Terlebih dulu pembeli harus meminta bantuan Mbah Run,untuk memecah batok kepala kambing.
Gulai biasa dibandingkan dengan gulai kepala kambing, kata Mbah Run yang nama aslinya,Urip, bumbunya hampir sama hanya ada perbedaan sedikit yakni khusus gulai kepala kambing, selain ada bumbu merica,ketumbar, bawang putih,kemiri dan bawang merah, ditambah santan.
Bumbu santan ini, jarang dijumpai pada masakan gulai yang biasa dijual di pedagang lainnya. Santan, katanya, bermanfaat untuk melunakkan kepala kambing, ketika memasak, sekaligus menambah rasa gurih dan lezat ketika disantap.
Dia menjelaskan, memasak kepala kambing tidak membutuhkan waktu lama. Semua kepala kambing, prinsipnya direbus. Tetapi, sedikit rumit justru ketika harus menghilangkan bulu yang ada di kepala kambing, karena membutuhkan ketelitian.
“Harus telaten, untuk bisa bersih,”kata Mbah Run, yang memiliki lima karyawan di warungnya itu.. Mbah Run mengaku, sudah berjualan gulai kepala kambing selama hampir 20 tahun.
Keahliannya membuat masakan itu, belajar neneknya,Kadisah yang pernah berjualan gulai kepala kambing, puluhan tahun yang lalu di seputaran alun-alun Kota Tuban. Neneknya itu, berjualan gulai kepala kambing, karena kakeknya,Kasim, sehari-harinya menjadi tukang jagal kambing, sehingga dengan mudah bisa mendapatkan kepala kambing karena kepala kambing, di kala itu menjadi jatah jagal kambing.
“Karena saya ikut nenek, akhirnya bisa membuat gulai kepala kambing.Cuma nenek saya belajar dari mana saya tidak tahu,”katanya berusaha mengenang pengalamannya itu.
Selama ini, Mbah Run mengaku, bisa menjual gulai kepala kambing sehari rata-rata lima sampai 10 ekor dan pada hari-hari tertentu bisa mencapai 15 ekor. Untuk mendapatkan kepala kambing, tidaklah sulit, sebab kepala kambing yang dijagal di wilayah Tuban dan sekitarnya sudah menjadi langganannya dan langsung dikirim ke tempatnya.
Peminat gulai kepala kambing masakan Mbah Run, beragam mulai kalangan menengah hingga atas, dari daerah Tuban dan sekitarnya dan Bojonegoro. Selain langsung datang memakan beramai-ramai, ada yang membeli dibawa pulang kerumah.
Mbah Run mengaku bangga berjualan gulai kepala kambing, sebab menu masakannya tersebut berbeda dengan gulai yang selama ini dijual para pedagang yang ada, karena itu, dia melengkapi menu masakannya dengan sate kambing, ayam, kuda dan itik.
“Saya memotong sendiri, kecuali untuk daging kuda,”katanya. Untuk daging kuda, untuk mendapatkan tidaklah sulit, ketika stok daging habis cukup angkat telepon dan penjualnya datang mengantarkan daging kuda.
Di warung, Mbah Run, sate tersebut harganya Rp11.000,00 per sepuluh tusuk untuk sate kambing dan kuda dan Rp10.000,00 per sepuluh tusuk untuk sate itik dan sate ayam.
“Rata-rata pembeli memburu sate kuda dan itik, karena di luaran tidak ada,”katanya menjelaskan. Meski demikian, sate lainnya cukup diminati pembeli, sedangkan dalam sehari Mbah Run menyembelih sendiri tiga ekor itik.
Mencari warung Mbah Run, tidaklah mudah, selain masuk ke jalanan desa, tempatnya tidak berbeda dengan rumah lainnya di daerah pedesaan.
Tulisan warung Mbah Run, terpasang dalam bentuk “banner”, tetapi tidak di luar rumah atau warung tetapi ada di dalam warungnya. Banner yang ada tulisannya, warung Mbah Run tersebut dilengkapi dengan gambar seorang caleg dari parpol di Tuban.
“Karena diberi ya saya biarkan untuk dipasang,sebab caleg lainnya ada yang memasang kalender atau stiker,karena saya warung harus semuanya saya tampung,”katanya.
Mencapai lokasi warung, Mbah Run, jika ditempuh dari Bojonegoro, Jawa Timur, jauhnya berkisar sembilan km. Setelah melewati jembatan Glendeng, di Desa Kalirejo, Kecamatan Kota, Bojonegoro, masih harus menempuh perjalanan ke arah utara sejauh empat km, berbelok masuk di jalanan desa sekitar satu km
0 komentar:
Posting Komentar