Obituari
MAJALAH TEMPO 25 Oktober 2010
Kepergian Letnan Jenderal Himawan Soetanto merupakan kehilangan besar bagi bangsa dan Tentara Nasional Indonesia. Dia bukan hanya seorang perwira yang piawai bertempur di medan perang, melainkan juga seorang intelektual dan penulis sejarah militer yang andal.
Sebenarnya, pada 6 Oktober 2010 keluarga Soesilo Soedarman, yang merupakan adik ipar Pak Him-panggilan akrab Himawan Soetanto-dan keluarga Himawan Soetanto berencana mengadakan kunjungan ke Museum Peta di Bogor.

Di dalam museum tersebut terdapat lemari ekshibisi khusus dari almarhum Jenderal Mayor Mohamad, Daidancho Peta pada 1943-1945 dan Panglima Militer Jawa Timur yang pertama. Mohamad, bekas Residen Lampung tahun 1950-an, adalah ayah Pak Him dan mertua Soesilo Soedarman.
Manusia boleh berencana, Allah yang menentukan. Pada 2 Oktober 2010, Pak Him mengalami demam tinggi sehingga sempat mengigau. Beliau kemudian dibawa ke RSPAD Gatot Soebroto, rumah sakit tempat dia biasa melakukan cuci darah. Sejak itu dia dirawat di Paviliun Kartika kamar 209, sampai wafat pada 20 Oktober 2010 pukul 9 kurang 5 menit dalam usia 81 tahun.
Pak Him dikebumikan di Taman Makam Pahlawan Cikutra, Bandung, dengan upacara militer. Pelepasan jenazah di RSPAD Gatot Soebroro dilakukan oleh KSAD Jenderal George Toisutta.

 Sejumlah kerabat, handai-taulan, dan teman seperjuangan hadir mengiringi jenazah ke pemakaman.
Saya teringat pengalaman berkunjung ke Belanda bersama Pak Him pada akhir Agustus 1996. Kami diundang Divisi 7 Desember Belanda yang merayakan ulang tahun ke-50. Dari Indonesia hadir 50 veteran Siliwangi berpangkat mayor sampai letnan jenderal. Perayaan berlangsung di Kampemen Jenderal Spoor di Ermelo, sebuah desa dekat Kota Apeldorn.
Pak Him saat itu sudah pensiun dengan jabatan terakhir Kepala Staf Umum ABRI pada 1984. Setelah itu, dia menjadi duta besar di Malaysia pada 1984-1988. Selanjutnya, pada 1993-1998, Pak Him menjadi Ketua Kwartir Nasional Pramuka.

Dalam pertemuan besar di bawah tenda yang mampu menampung 1.000 pengunjung, rombongan veteran Siliwangi bertemu dengan veteran Belanda dari Divisi 7 Desember. Aneh bin ajaib, mereka justru saling rangkul dan memperlihatkan foto kenangan. Saat itu untuk pertama kali saya mendengar istilah "Wapens Bruder", artinya sesama bekas pejuang bersenjata.
Pak Him merupakan perwira yang kenyang dengan penugasan militer. Saat terjadi agresi militer Belanda II, 19 Desember 1948, dia baru menyelesaikan akademi militer dan mendapat penempatan di Jawa Timur.

Ketika menunggu di atas kereta api yang akan ke Mojokerto, tiba-tiba terjadi serangan Belanda. Tanpa arah yang jelas, akhirnya dia ikut rombongan pasukan Siliwangi yang melakukan long march ke Jawa Barat. Pada 1949, Pak Him menjadi perwira Siliwangi dalam Batalion Nasuhi.
Selama di Jawa Barat, karier militer Pak Him terus menanjak. Sekitar 1960-an, dia menjadi Komandan Batalion 330 Kujang. Saat itu dia ikut operasi penumpasan DI/TII Kartosoewirjo. Selanjutnya menyambung ke Sulawesi dalam penumpasan DI/TII Kahar Muzakar. Batalion 330 bertugas menumpas gerombolan Andi Sele.

Saat meletus peristiwa Madiun pada 1948, dia masih kadet Akademi Militer Yogya. Tapi belakangan, saat menjadi Panglima Siliwangi, rupanya dia banyak mendapatkan informasi tentang sepak terjang Brigade I dan II Siliwangi dalam penumpasan PKI Madiun.
Berkat ilmu sejarah yang dipelajari di Universitas Indonesia, Pak Him menulis buku tentang peristiwa tersebut. Buku pertama dicetak oleh penerbit Sinar Harapan. Belakangan buku revisi yang merupakan tesis magisternya dicetak dan diterbitkan pada 2004.

Isi bukunya amat menarik karena menceritakan strategi operasi penumpasan pemberontakan, termasuk pengejaran pasukan pemberontak yang lari ke arah utara. Pak Him kemudian melanjutkan buku keduanya tentang Agresi Militer Belanda II. Dia menemukan dokumen penting kejadian ini, yaitu Perintah Siasat Pak Dirman No.1. Dari situ ditulislah buku berjudul Yogyakarta 1948 dan Jenderal Soedirman Versus Jenderal Spoor.
Rushdy Hoesein, peneliti sejarah
__________________________
Foto: Kunjungan terakhir Pak Him ke Belanda tahun 2007. Ini adalah rombongan Sejarah Militer Indonesia atas undangan Institut Sejarah Militer Belanda. Pak Him baris pertama no.2 dari kanan. Kami berfoto dimuka KMA Breda. Akademi Militer Belanda yang sangat bergengsi dikota Breda Nederland. Disebelah Pak Him, Brig,Jen Agus saat itu Ka.Pus Sejarah TNI. Paling ujung kiri Kolonel Aris dari Dinas sejarah TNI AL. Ditengah baris depan Brig.Jen Soesanto dari LVRI. Saya berdiri paling kanan dibaris belakang bedampingan dengan Laks.Ma Urip Santoso selaku ketua rombongan. Tampak juga Pak Agiet sekretaris Pak Him, Ibu Soesanto, staf KBRI dan Ditengah baris kedua Kolonel Van de Akers dari KMA bersama seorang staf Institut yang saya lupa namanya. Sungguh sebuah kunjungan yang amat mengesankan....

SUMBER : http://sejarahkita.blogspot.com/